Segerobak Uang Ditukar Sebungkah Roti

Menurut teori ekonomi, salah satu fungsi uang di samping seba­gai alat transaksi atau tukar-menukar adalah sebagai alat penyimpan kekayaan. Teori tinggal teori, sebab uang kertas (fiat money) sering kati kehitangan fungsinya sebagai alat penyimpan kekayaan. Pada saat ekonomi mengalami krisis, nilai uang kertas menguap dengan sendirinya. Jika kekayaan dicerminkan oleh daya beli, maka orang­orang yang punya uang kertas akan kehilangan sebagian besar keka­yaannya.

Bahkan sebagai alat transaksi pun, uang kertas sering kehilangan nilainya. Di Jerman tahun 1920-an, orang-orang menukar uang kertas deustche mark satu pedati penuh, hanya untuk beberapa bungkah roti. Bayangkan, nilai uang bisa jatuh menjadi lebih rendah diban­dingkan biaya cetaknya. Mungkin di musim dingin, uang kertas bisa bermanfaat untuk dibakar sebagai penghangat ruangan.

Tapi, walaupun nilai uang kertas anjlok hingga segerobak uang sama nilainya dengan beberapa bungkah roti-nilai emas justru stabil. Fungsi emas sebagai treasury masih tetap kuat. Ini disebabkan ka rena kepercayaan masyarakat yang masih stabil terhadap emas. Emas sulit diproduksi secara massal seperti halnya uang kertas.

Memperhatikan laju harga emas memang ibarat melihat bayang­bayang inflasi dan resesi. Selain resesi akibat subprime mortgage belakangan ini, Amerika Serikat pernah terlanda the great depres­sion pada periode 1930-1936. Pada Oktober 1929 bursa saham hancur, dunia usaha macet, bank-bank ditutup, pengangguran melonjak ting­gi, dan orang-orang merampok untuk mendapatkan makanan. Perda­gangan luar negeri juga menurun tajam.

Pada tahun 1930 KongresAS meloloskan undang-undang Hawley­Smoot yang membuat pajak impor tertinggi dalam sejarah AS. Kebi­
jakan ini ditempuh untuk menghemat devisa. Kebijakan yang dimak­sud untuk membela nilai tukar dolar itu ternyata berbuntut petaka. Eropa membalas dengan melakukan hat sama dan terpaksa mengem­ptang utang perang sebesar sekitar US$ 12 miliar.

“Perang dagang” itu memperburuk situasi. Barang dan jasa menjadi langka di pasaran. Inflasi pun melonjak tinggi. Daya beli masyarakat ambruk, sehingga terjadilah stagflasi. Ketika inflasi me lonjak dan bank-bank bangkrut massal, harga emas melonjak sangat tinggi. Orang lebih suka menukar lembaran dolar mereka dengan logam mulia.

Menaklukkan Inflasi

Karena inflasi itu adalah perampok daya beli kita, maka kita harus menaklukkannya. Kalau tidak dilawan, dia akan membuat kita miskin tanpa kita sadari.

Untuk menaklukkan inflasi, pilihlah jenis investasi yang nilainya senantiasa berada di atas laju inflasi. Misalnya, kalau inflasi 10 per­sen, pertumbuhan aset harus 15 persen. Kalau inflasi 3 persen, per­tumbuhan aset harus sekurangnya 5 persen. Begitu seterusnya.

Aset seperti apa yang punya karakteristik seperti itu? Ada ba­nyak jenis investasi yang menjanjikan keuntungan di atas inftasi dan bunga bank. Tapi hanya ada dua jenis yang dalam benar-benar mampu menaklukkan inflasi secara konsisten setiap saat, betapapun tingginya inflasi itu.

Pertama, properti (baik berupa rumah tinggal, apartemen, ruko, kavling tanah, dan lain-lain). Harga tanah tiap tahun biasanya me­ningkat melebihi laju inflasi. Ini karena supply tidak bertambah, sedangkan demand-nya terus naik. Selain pertumbuhan penduduk, lokasi juga memengaruhi harga tanah. Di kawasan yang cepat ber­tambah penduduknya, harga tanah dan rumah akan meningkat lebih cepat.

Harga lahan-lahan komersial di tempat strategis tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan yang lokasinya tidak strategis. Ruang usaha memberi imbal hasil lebih besar dibandingkan hunian, baik pengha silan dari sewa maupun kenaikan ekuitas. Lahan komersial strategis jauh lebih likuid, atau lebih mudah dicairkan menjadi uang tunai.

Kedua, emas (baik berupa perhiasan atau batangan). Perhiasan memberi imbal hasil lebih rendah dibandingkan batangan, karena ada faktor biaya pembuatan. Tapi keduanya sama-sama likuid. Sama­sama gampang dicairkan, dalam kondisi krisis seperti apa pun.

Negara kita rawan krisis. Dalam sepuluh tahun, biasanya ter­jadi krisis yang agak besar-ditandai inflasi tinggi, naiknya suku bu­nga, perlambatan pertumbuhan ekonomi, banyaknya pengangguran, dan seterusnya. Setiap lima tahun, ada krisis yang skalanya lebih kecil. Dalam setiap krisis tersebut, indeks bursa saham akan anjlok. Investor saham mengalami kerugian besar. Tapi, investor properti dan emas tidak mengalaminya. Sebab properti dan emas termasuk yang paling kedap resesi.

Buku ini hanya akan membahas tips dan trik investasi (atau pengamanan aset) dalam bentuk emas. Dibandingkan properti, emas lebih likuid. Jika kita butuh uang sewaktu-waktu, lebih mudah dan cepat menjual emas daripada menjual rumah atau tanah.

Selain itu, nilai investasi awalnya lebih fleksibel. Rumah atau tanah memerlukan dana besar untuk memilikinya. Jika hanya punya uang Rp 500 ribu di tangan, tidak mungkin kita membeli rumah, tanah, apalagi apartemen. Tapi dengan uang sejumlah itu, kita sudah bisa membeli emas.