Aneka Pilihan Investasi Emas dan Logam Berharga

Kemilau si kuning emas memang sudah familiar bagi masyarakat kita. Masyarakat telah memahami fungsi emas sebagai perhias­an, barang koteksi yang dapat meningkatkan prestise pemiliknya, maupun sebagai sarana investasi. Mereka membeti perhiasan emas untuk dipakai, disimpan, serta dijual lagi ketika butuh uang tunai. Bagi sebagian orang, kekayaan berupa emas bahkan menunjukkan status sosial mereka. Semakin banyak kekayaan mereka yang tersim­pan dalam wujud emas, semakin tinggi pula status sosial mereka.

Emas tersedia dalam berbagai macam bentuk, mulai dari batang­an atau lantakan, koin emas dan emas perhiasan. Tapi sampai detik ini, perhiasan emas adalah favorit masyarakat awam. Padahal, selain berbentuk perhiasan, kita juga bisa berinvestasi pada bentuk emas batangan/lantakan, koin emas, bahkan perangko.

Selain memiliki bentuk fisik emas, kita juga bisa berinvestasi pada produk derivatifnya. Yaitu dengan membeli berbagai kontrak emas di bursa berjangka. Namun, investasi di bursa berjangka mem butuhkan pengetahuan yang cukup dan modal yang besar. Risikonya juga sangat tinggi. Lagipula, tidak semua orang memiliki akses ke bursa berjangka. Investasi dengan cara ini hanya cocok bagi mereka yang sudah profesional.

Selain emas, kita juga bisa berinvestasi dalam bentuk logam berharga tainnya, yang pergerakan harganya mengikuti emas. Misal­nya berlian, permata, platinum (emas putih), dan perak. Logam berharga itu pergerakan harganya cenderung mengikuti emas. Dari sekian jenis investasi emas dan logam berharga lainnya, sebaiknya kita paham betul untung-ruginya sebetum memutuskan untuk mem­beli.

Kapan Harga Emas Naik

Tahun 1992, harga jual rata-rata emas 24 karat (logam mulia) di Indonesia mencapai Rp 23.050 per gram. Setahun kemudian harga­nya naik menjadi Rp 24.900. Tahun 1994 sampai 1996, harga emas 24 karat meningkat lagi berturut-turut menjadi Rp 26.875; Rp 27.850; dan Rp 29.850. Kemudian sampai pertengahan Agustus 1997, harga rata-rata logam mulia sedikit menurun menjadi Rp 27.100. Itulah hari-hari terakhir ketika harga emas masih murah.

Mulai akhir 1997, harga emas melonjak lagi tak terkendali. Awal 1998 perhiasan emas sudah dijual seharga Rp 75.000-an per gram. Pertengahan 1998, harganya sudah bertengger di posisi sangat tinggi, sekitar Rp 140.000 per gram. Tahun 2008, harganya mencapai Rp 250 ribu per gram.

Dari data di atas, tampak bahwa pada saat-saat tertentu saja emas mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Selebihnya, per­gerakan harga terjadi secara normal. Pola seperti itu juga terjadi di pasar dunia. Pada tahun 1980, harga emas mencapai titik tertinggi US$ 850 per troy ounce. Tetapi baru pada bulan Maret 2008, harga emas menembus di atas US$ 1.000 per troy ounce.

Harga emas akan melonjak naik apabila:

a. Inflasi Lebih Tinggi Daripada yang Diperkirakan Semula

Harga emas mencerminkan ekspektasi (harapan) terhadap ting­kat inflasi. Emas dicari pada saat-saat tidak menentu, yakni ketika uang kertas perlahan-lahan mulai kehilangan nilainya. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tetapi tidak mengurangi harga emas.

Biasanya, setiap negara akan mengumumkan prediksinya terha­dap inflasi. Pemerintah Indonesia menentukan asumsi inflasi dalam RAPBN pada titik tertentu, misalnya 6 persen. Tapi di tengah jalan, situasinya bisa berbeda. Kalau diprediksi bahwa inflasi akan melonjak jauh lebih tinggi, misalnya 12 persen, maka harga emas akan meroket.

b. Terjadinya Kepanikan Finansial

Telah dikisahkan pada bagian sebelumnya, Depresi Besar yang melanda Amerika Serikat dekade 1930-an membuat uang kertas tak berharga, dan emas meningkat nilainya. Depresi Besar di AS itu di­awali dengan kepanikan finansial di Wall Street.

Pada saat kita mengalami krisis yang hebat tahun 1998 pun harga emas meningkat dengan tajam. Tahun 2008 giliran Amerika Serikat yang terlanda krisis finansial. Krisis ini menimbulkan kepa nikan di seluruh dunia. Hampir semua negara mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dunia seolah berada di tepi jurang resesi.

Akibatnya, harga emas melonjak naik. Situasi yang sama terjadi pada tahun 1980-an, ketika terjadi krisis energi karena tingginya harga minyak. Ujung-ujungnya, harga emas pun mengalami kenaikan signifikan.

Setiap lima tahun, biasanya terjadi kepanikan finansial berskala kecil hingga menengah. Dan setiap sepuluh tahun, terjadi financial crash yang berskala cukup besar dan berdampak lebih menyeluruh terhadap perekonomian global.

c. Perkembangan Geopolitik yang Mengarah ke Krisis

Perkembangan politik juga turut menentukan harga emas. Ke­tika politik kacau-balau, terjadilah kepanikan di bursa saham. Ketika terjadi serangan di WTC New York, bursa-bursa saham di seluruh dunia mengalami kerontokan. Terjadilah kepanikan finansial. Saat itulah terjadi tonjakan harga emas.

Perang Irak-Iran tahun 1980-an membuat harga minyak melon­jak. Dampaknya, terjadi inflasi global dan harga emas pun menjulang tinggi. Ketidakstabilan kawasan Timur Tengah merupakan “kartu liar” (wild card) yang membuat harga minyak dan emas bisa naik sewaktu­waktu.

Lokasi produksi minyak mentah dunia terletak di kawasan ter­tentu yang biasanya rawan konflik politik. Itulah sebabnya, ketika terjadi krisis politik di Timur Tengah misalnya, harga minyak akan meroket, dunia dibayang-bayangi inflasi, dan harga emas pun merangkak naik.

d. Kurs Dolar AS Menguat Cukup Tajam

Naiknya kurs dolar AS membuat harga emas terkerek naik. Itu karena standar harga emas yang langsung dikaitkan dengan dolar AS. Mengamati naik-turunnya kurs dolarAS terhadap rupiah sangat­lah penting bagi investor di Indonesia yang menyimpan emas.

Fundamental ekonomi Indonesia memang cukup baik. Tetapi kurs dolarAS terhadap rupiah seringkali tidak mencerminkan funda­mental itu. Pasalnya, banyak “uang panas” milik investor asing yang dibenamkan di bursa saham kita. Kalau terjadi penarikan investasi besar-besaran maka keseimbangan kurs pasti akan terganggu.

e. Harga Minyak Mengalami Kenaikan Signifikan

Ketika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifi­kan, pasti inflasi global akan meroket. Harga emas pun melonjak tinggi di pasaran dunia. Begitu harga emas di pasar dunia naik, harga di pasar domestik juga ikut naik.

Ketika pemerintah menaikkan harga BBM, maka seluruh negeri berada di bawah ancaman inflasi tinggi. Sebab, BBM adalah kompo­nen utama bagi aktivitas produksi dan distribusi. Saat BBM dinaikkan, ada kemungkinan cukup besar bahwa harga emas akan mengalami kenaikan. Kadangkala efeknya tidak terjadi seketika, tapi kenaikan harga emas pasti akan terjadi mengikuti inflasi.

f. Harga Komoditas Melonjak

Selain kenaikan harga minyak mentah dunia, naiknya harga ko­moditas juga mendorong naiknya harga emas. Komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), baja, dan sumber energi seperti gas dan batubara dinilai sebagai pendorong inflasi global. Kenaikan harga komoditas-komoditas itu juga akan menekan pertumbuhan ekonomi, sehingga harga emas pun meroket.

g. Meningkatnya Ekspektasi dan Spekulasi Investor Dunia

Seperti halnya perdagangan saham, emas juga memiliki sentra­sentra perdagangan di seluruh dunia. Para trader di pasar-pasar emas itulah yang berperan membentuk harga emas. Harga emas di sentra-sentra perdagangan itu (misalnya Pasar London, New York, Hongkong dan Zurich) menjadi acuan alias benchmark bagi perge­rakan harga emas di seluruh dunia. Harga yang terbentuk di sana akan menjadi patokan bagi para pedagang emas di seluruh penjuru dunia.

Kadang-kadang, dari pusat perdagangan emas itu muncul aksi spekulasi. Kalau ini terjadi, harga bukan lagi akibat dari penawaran­permintaan. Melainkan terbentuk dari ekspektasi dan spekulasi. Yang terjadi di awal tahun 2008, ketika harga emas meroket ke titik tertinggi, tidak lepas dari faktor spekulasi. Menurut Kepata Riset Recapital Securities Poltak Holtradero, “Harga emas naik karena fak­tor spekulasi. Buktinya, India sebagai konsumen emas terbesar di dunia sekarang sudah mengurangi konsumsinya, tapi harga emas tetap tinggi.” (Tabloid Kontan, Edisi Minggu II Maret 2008, hlm. 1 2).

Memang ada unsur spekulasi, tetapi pada umumnya investor tetap lebih nyaman menyimpan emas daripada saham dan surat­surat berharga. Itu karena ada kesepakatan yang mengikat beberapa bank sentral dunia untuk tidak sembarangan menjual emas. Kesepakatan itu diwadahi dalam CBGA (Central Bank Gold Agree­ment) untuk menjaga agar jangan sampai harga emas turun drastis. Pada prinsipnya, perjanjian ini mirip dengan pembagian kuota di antara negara-negara eksportir minyak (OPEC), agar pasar tidak ke­banjiran suplai sehingga harganya jatuh.

h. Naiknya Permintaan Emas untuk Cadangan Devisa

Biasanya kalau kurs valuta asing mengalami gonjang-ganjing, bank-bank sentral memperkuat cadangan emasnya. Kalau bank-bank sentral menambah persediaan emasnya maka keseimbangan harga akan berubah. Apalagi jika yang bermain adalah negara-negara de­ngan cadangan devisa yang besar.

Cina misalnya, dikenal sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Ini tidak lepas dari banjirnya ekspor produk Cina di seluruh muka bumi. Kabarnya, Cina akan mengubah sebagian ca dangan devisanya dari denominasi dolarAS ke euro dan emas. Tentu saja, kabar seperti ini akan mendongkrak harga emas, karena ber­potensi mengubah keseimbangan demand dan supply.

i. Naiknya Konsumsi Emas Dunia

Selain bank sentral, masyarakat konsumen emas juga memiliki permintaan agregat dalam jumlah yang tak bisa diremehkan. Naiknya konsumsi emas di pasar dunia membuat harga emas nyaris tak mung kin turun. Cina dan India merupakan dua negara yang memiliki per­mintaan besar terhadap emas mengingat jumlah penduduknya yang sangat besar dan cenderung menyukai logam mulia sebagai jenis investasi mereka.

Naiknya permintaan emas itu tidak diimbangi dengan kenaikan pasokan emas dunia, sehingga harga cenderung terus naik. Martin Marenbeeld, analis emas dari M. Murenbeeld £t Association Inc, Van couver, seperti dikutip London Bullion Market Association (LBMA) dalam situsnya pernah mengatakan bahwa produksi tambang-tam­bang emas baru belum juga bisa menggantikan pasokan emas dari tambang-tambang tua yang sudah tutup (Mohamad Ihsan Palaloi dkk: 2006, hlm 197).

j. Naiknya Permintaan Emas di Pasar Lokal

Kebanyakan masyarakat Indonesia yang menyimpan emas, ha­nya merasa cukup memerhatikan apa yang terjadi di pasar lokal. Fenomena-fenomena yang terjadi di pasar lokal memang sangat me mengaruhi harga emas, khususnya yang berbentuk perhiasan. Se­dangkan fenomena yang terjadi dalam taraf global, cukup berpe­ngaruh terhadap emas lantakan/batangan atau koin emas.

Dengan memerhatikan toko-toko emas di sekitar kita, dapat dicatat pola-pola atau siklus-siklus di mana orang menjuat atau membeli emas. Menjelang musim haji, banyak orang menjual sim panan emasnya. Menjelang Lebaran, banyak orang membeli emas. Kita dapat menyaksikan orang-orang berkerumun antre untuk mem­beli emas di toko-toko emas. Saat itulah harga emas mengalami kenaikan.

Sampai-Sampai Beli Emas pun Dilarang

Pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1933, terpilihlah Franklin D. Roosevelt. Dia salah seorang presiden terbesar sepanjang sejarah AS. Dia memulihkan ekonomi AS dari krisis, dan membawa Sekutu memenangkan Perang Dunia II.

Setelah terpilih jadi presiden, Roosevelt segera mengambil tin­dakan. Dia menghapuskan larangan produksi dan perdagangan mi­numan keras. Kebijakan ini bertujuan untuk merangsang pertum buhan ekonomi secepat mungkin. Yang lebih penting, Roosevelt melepaskan kurs dolar dari harga emas internasional. Harga emas terus membubung. Sehingga kalau dolar dikaitkan dengan harga emas, harga-harga kebutuhan pokok akan ikut melambung tak terkendali. Kebijakan ini membuatAmerika lebih mampu mengendalikan dolar­nya.

Yang menarik, Roosevelt membekukan ekspor emas dan mela­rang (untuk sementara) warga Amerika menukarkan uang dolarnya dengan emas. Meski demikian, emas tetap dijadikan satu-satunya komoditi yang dipakai sebagai alat penyelesaian clearing imbalance antar bank sentral. Larangan membeli emas ini akhirnya mendorong uang mengalir ke Wall Street. Berarti, roda bisnis kembali berjalan seperti biasa.

Seperti Roosevelt, pemerintah di banyak negara pernah menga­tur perdagangan emas dalam regulasi yang ketat. Sekarang, semua dibiarkan naik atau turun di pasar bebas. Regulasi yang ada hanyalah pengenaan pajak di beberapa negara-yang dinilai menghambat perdagangan emas. Pembelian uang logam emas di Inggris dikenakan tarif VAT (value added tax) 17,5 persen. Karena alasan inilah emas biasanya dibeli dan dijual di tempat-tempat terlindung di luar negeri (seperti Kepulauan Channel).

Uang, aset, atau kapital memang ibarat air-selalu bisa men­cari celah manakala ada orang yang membendungnya.

Segerobak Uang Ditukar Sebungkah Roti

Menurut teori ekonomi, salah satu fungsi uang di samping seba­gai alat transaksi atau tukar-menukar adalah sebagai alat penyimpan kekayaan. Teori tinggal teori, sebab uang kertas (fiat money) sering kati kehitangan fungsinya sebagai alat penyimpan kekayaan. Pada saat ekonomi mengalami krisis, nilai uang kertas menguap dengan sendirinya. Jika kekayaan dicerminkan oleh daya beli, maka orang­orang yang punya uang kertas akan kehilangan sebagian besar keka­yaannya.

Bahkan sebagai alat transaksi pun, uang kertas sering kehilangan nilainya. Di Jerman tahun 1920-an, orang-orang menukar uang kertas deustche mark satu pedati penuh, hanya untuk beberapa bungkah roti. Bayangkan, nilai uang bisa jatuh menjadi lebih rendah diban­dingkan biaya cetaknya. Mungkin di musim dingin, uang kertas bisa bermanfaat untuk dibakar sebagai penghangat ruangan.

Tapi, walaupun nilai uang kertas anjlok hingga segerobak uang sama nilainya dengan beberapa bungkah roti-nilai emas justru stabil. Fungsi emas sebagai treasury masih tetap kuat. Ini disebabkan ka rena kepercayaan masyarakat yang masih stabil terhadap emas. Emas sulit diproduksi secara massal seperti halnya uang kertas.

Memperhatikan laju harga emas memang ibarat melihat bayang­bayang inflasi dan resesi. Selain resesi akibat subprime mortgage belakangan ini, Amerika Serikat pernah terlanda the great depres­sion pada periode 1930-1936. Pada Oktober 1929 bursa saham hancur, dunia usaha macet, bank-bank ditutup, pengangguran melonjak ting­gi, dan orang-orang merampok untuk mendapatkan makanan. Perda­gangan luar negeri juga menurun tajam.

Pada tahun 1930 KongresAS meloloskan undang-undang Hawley­Smoot yang membuat pajak impor tertinggi dalam sejarah AS. Kebi­
jakan ini ditempuh untuk menghemat devisa. Kebijakan yang dimak­sud untuk membela nilai tukar dolar itu ternyata berbuntut petaka. Eropa membalas dengan melakukan hat sama dan terpaksa mengem­ptang utang perang sebesar sekitar US$ 12 miliar.

“Perang dagang” itu memperburuk situasi. Barang dan jasa menjadi langka di pasaran. Inflasi pun melonjak tinggi. Daya beli masyarakat ambruk, sehingga terjadilah stagflasi. Ketika inflasi me lonjak dan bank-bank bangkrut massal, harga emas melonjak sangat tinggi. Orang lebih suka menukar lembaran dolar mereka dengan logam mulia.