Tahun 1992, harga jual rata-rata emas 24 karat (logam mulia) di Indonesia mencapai Rp 23.050 per gram. Setahun kemudian harganya naik menjadi Rp 24.900. Tahun 1994 sampai 1996, harga emas 24 karat meningkat lagi berturut-turut menjadi Rp 26.875; Rp 27.850; dan Rp 29.850. Kemudian sampai pertengahan Agustus 1997, harga rata-rata logam mulia sedikit menurun menjadi Rp 27.100. Itulah hari-hari terakhir ketika harga emas masih murah.
Mulai akhir 1997, harga emas melonjak lagi tak terkendali. Awal 1998 perhiasan emas sudah dijual seharga Rp 75.000-an per gram. Pertengahan 1998, harganya sudah bertengger di posisi sangat tinggi, sekitar Rp 140.000 per gram. Tahun 2008, harganya mencapai Rp 250 ribu per gram.
Dari data di atas, tampak bahwa pada saat-saat tertentu saja emas mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Selebihnya, pergerakan harga terjadi secara normal. Pola seperti itu juga terjadi di pasar dunia. Pada tahun 1980, harga emas mencapai titik tertinggi US$ 850 per troy ounce. Tetapi baru pada bulan Maret 2008, harga emas menembus di atas US$ 1.000 per troy ounce.
Harga emas akan melonjak naik apabila:
a. Inflasi Lebih Tinggi Daripada yang Diperkirakan Semula
Harga emas mencerminkan ekspektasi (harapan) terhadap tingkat inflasi. Emas dicari pada saat-saat tidak menentu, yakni ketika uang kertas perlahan-lahan mulai kehilangan nilainya. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tetapi tidak mengurangi harga emas.
Biasanya, setiap negara akan mengumumkan prediksinya terhadap inflasi. Pemerintah Indonesia menentukan asumsi inflasi dalam RAPBN pada titik tertentu, misalnya 6 persen. Tapi di tengah jalan, situasinya bisa berbeda. Kalau diprediksi bahwa inflasi akan melonjak jauh lebih tinggi, misalnya 12 persen, maka harga emas akan meroket.
b. Terjadinya Kepanikan Finansial
Telah dikisahkan pada bagian sebelumnya, Depresi Besar yang melanda Amerika Serikat dekade 1930-an membuat uang kertas tak berharga, dan emas meningkat nilainya. Depresi Besar di AS itu diawali dengan kepanikan finansial di Wall Street.
Pada saat kita mengalami krisis yang hebat tahun 1998 pun harga emas meningkat dengan tajam. Tahun 2008 giliran Amerika Serikat yang terlanda krisis finansial. Krisis ini menimbulkan kepa nikan di seluruh dunia. Hampir semua negara mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dunia seolah berada di tepi jurang resesi.
Akibatnya, harga emas melonjak naik. Situasi yang sama terjadi pada tahun 1980-an, ketika terjadi krisis energi karena tingginya harga minyak. Ujung-ujungnya, harga emas pun mengalami kenaikan signifikan.
Setiap lima tahun, biasanya terjadi kepanikan finansial berskala kecil hingga menengah. Dan setiap sepuluh tahun, terjadi financial crash yang berskala cukup besar dan berdampak lebih menyeluruh terhadap perekonomian global.
c. Perkembangan Geopolitik yang Mengarah ke Krisis
Perkembangan politik juga turut menentukan harga emas. Ketika politik kacau-balau, terjadilah kepanikan di bursa saham. Ketika terjadi serangan di WTC New York, bursa-bursa saham di seluruh dunia mengalami kerontokan. Terjadilah kepanikan finansial. Saat itulah terjadi tonjakan harga emas.
Perang Irak-Iran tahun 1980-an membuat harga minyak melonjak. Dampaknya, terjadi inflasi global dan harga emas pun menjulang tinggi. Ketidakstabilan kawasan Timur Tengah merupakan “kartu liar” (wild card) yang membuat harga minyak dan emas bisa naik sewaktuwaktu.
Lokasi produksi minyak mentah dunia terletak di kawasan tertentu yang biasanya rawan konflik politik. Itulah sebabnya, ketika terjadi krisis politik di Timur Tengah misalnya, harga minyak akan meroket, dunia dibayang-bayangi inflasi, dan harga emas pun merangkak naik.
d. Kurs Dolar AS Menguat Cukup Tajam
Naiknya kurs dolar AS membuat harga emas terkerek naik. Itu karena standar harga emas yang langsung dikaitkan dengan dolar AS. Mengamati naik-turunnya kurs dolarAS terhadap rupiah sangatlah penting bagi investor di Indonesia yang menyimpan emas.
Fundamental ekonomi Indonesia memang cukup baik. Tetapi kurs dolarAS terhadap rupiah seringkali tidak mencerminkan fundamental itu. Pasalnya, banyak “uang panas” milik investor asing yang dibenamkan di bursa saham kita. Kalau terjadi penarikan investasi besar-besaran maka keseimbangan kurs pasti akan terganggu.
e. Harga Minyak Mengalami Kenaikan Signifikan
Ketika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifikan, pasti inflasi global akan meroket. Harga emas pun melonjak tinggi di pasaran dunia. Begitu harga emas di pasar dunia naik, harga di pasar domestik juga ikut naik.
Ketika pemerintah menaikkan harga BBM, maka seluruh negeri berada di bawah ancaman inflasi tinggi. Sebab, BBM adalah komponen utama bagi aktivitas produksi dan distribusi. Saat BBM dinaikkan, ada kemungkinan cukup besar bahwa harga emas akan mengalami kenaikan. Kadangkala efeknya tidak terjadi seketika, tapi kenaikan harga emas pasti akan terjadi mengikuti inflasi.
f. Harga Komoditas Melonjak
Selain kenaikan harga minyak mentah dunia, naiknya harga komoditas juga mendorong naiknya harga emas. Komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), baja, dan sumber energi seperti gas dan batubara dinilai sebagai pendorong inflasi global. Kenaikan harga komoditas-komoditas itu juga akan menekan pertumbuhan ekonomi, sehingga harga emas pun meroket.
g. Meningkatnya Ekspektasi dan Spekulasi Investor Dunia
Seperti halnya perdagangan saham, emas juga memiliki sentrasentra perdagangan di seluruh dunia. Para trader di pasar-pasar emas itulah yang berperan membentuk harga emas. Harga emas di sentra-sentra perdagangan itu (misalnya Pasar London, New York, Hongkong dan Zurich) menjadi acuan alias benchmark bagi pergerakan harga emas di seluruh dunia. Harga yang terbentuk di sana akan menjadi patokan bagi para pedagang emas di seluruh penjuru dunia.
Kadang-kadang, dari pusat perdagangan emas itu muncul aksi spekulasi. Kalau ini terjadi, harga bukan lagi akibat dari penawaranpermintaan. Melainkan terbentuk dari ekspektasi dan spekulasi. Yang terjadi di awal tahun 2008, ketika harga emas meroket ke titik tertinggi, tidak lepas dari faktor spekulasi. Menurut Kepata Riset Recapital Securities Poltak Holtradero, “Harga emas naik karena faktor spekulasi. Buktinya, India sebagai konsumen emas terbesar di dunia sekarang sudah mengurangi konsumsinya, tapi harga emas tetap tinggi.” (Tabloid Kontan, Edisi Minggu II Maret 2008, hlm. 1 2).
Memang ada unsur spekulasi, tetapi pada umumnya investor tetap lebih nyaman menyimpan emas daripada saham dan suratsurat berharga. Itu karena ada kesepakatan yang mengikat beberapa bank sentral dunia untuk tidak sembarangan menjual emas. Kesepakatan itu diwadahi dalam CBGA (Central Bank Gold Agreement) untuk menjaga agar jangan sampai harga emas turun drastis. Pada prinsipnya, perjanjian ini mirip dengan pembagian kuota di antara negara-negara eksportir minyak (OPEC), agar pasar tidak kebanjiran suplai sehingga harganya jatuh.
h. Naiknya Permintaan Emas untuk Cadangan Devisa
Biasanya kalau kurs valuta asing mengalami gonjang-ganjing, bank-bank sentral memperkuat cadangan emasnya. Kalau bank-bank sentral menambah persediaan emasnya maka keseimbangan harga akan berubah. Apalagi jika yang bermain adalah negara-negara dengan cadangan devisa yang besar.
Cina misalnya, dikenal sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Ini tidak lepas dari banjirnya ekspor produk Cina di seluruh muka bumi. Kabarnya, Cina akan mengubah sebagian ca dangan devisanya dari denominasi dolarAS ke euro dan emas. Tentu saja, kabar seperti ini akan mendongkrak harga emas, karena berpotensi mengubah keseimbangan demand dan supply.
i. Naiknya Konsumsi Emas Dunia
Selain bank sentral, masyarakat konsumen emas juga memiliki permintaan agregat dalam jumlah yang tak bisa diremehkan. Naiknya konsumsi emas di pasar dunia membuat harga emas nyaris tak mung kin turun. Cina dan India merupakan dua negara yang memiliki permintaan besar terhadap emas mengingat jumlah penduduknya yang sangat besar dan cenderung menyukai logam mulia sebagai jenis investasi mereka.
Naiknya permintaan emas itu tidak diimbangi dengan kenaikan pasokan emas dunia, sehingga harga cenderung terus naik. Martin Marenbeeld, analis emas dari M. Murenbeeld £t Association Inc, Van couver, seperti dikutip London Bullion Market Association (LBMA) dalam situsnya pernah mengatakan bahwa produksi tambang-tambang emas baru belum juga bisa menggantikan pasokan emas dari tambang-tambang tua yang sudah tutup (Mohamad Ihsan Palaloi dkk: 2006, hlm 197).
j. Naiknya Permintaan Emas di Pasar Lokal
Kebanyakan masyarakat Indonesia yang menyimpan emas, hanya merasa cukup memerhatikan apa yang terjadi di pasar lokal. Fenomena-fenomena yang terjadi di pasar lokal memang sangat me mengaruhi harga emas, khususnya yang berbentuk perhiasan. Sedangkan fenomena yang terjadi dalam taraf global, cukup berpengaruh terhadap emas lantakan/batangan atau koin emas.
Dengan memerhatikan toko-toko emas di sekitar kita, dapat dicatat pola-pola atau siklus-siklus di mana orang menjuat atau membeli emas. Menjelang musim haji, banyak orang menjual sim panan emasnya. Menjelang Lebaran, banyak orang membeli emas. Kita dapat menyaksikan orang-orang berkerumun antre untuk membeli emas di toko-toko emas. Saat itulah harga emas mengalami kenaikan.